the last call (cover)

 

THE LAST CALL (1/2)

 

Title/Judul : THE LAST CALL Author : Haruhi @iinayahinee

Genre : Romance, Angst, Fantasy

Rating : PG-15

Length : Two Shoot

Disclaimer : © 2013 Haruhi Iin KeyShinee @Iinayahinee The story is 100% fresh from my mind, Casts belong to God (except Original Chracter). Plagiarize is STRICTLY PROHIBITED! Please don’t copy-paste without permission and credit. Sebelumnya sudah pernah dipost di FFKPI ^^

Main Cast : Shim Chang Min (TVXQ), Jung Soo Jin (OC), Cho Kyu Hyun (Super Junior)

Other Cast : Jung Nicole (KARA), Kevin Woo (U-Kiss)

Author Notes : Annyeonghaseyo… n( _ _ )n *bow* Salam kenal semua…! ^0^ Ini FF perdana aku lho. Udah pernah dipost di page lain sih. Berhubung ini FF pertama yang waktu itu aku buat sampe meres otak *lebay* aku harap ceritanya bisa menghibur ya~~ tapi, tetep. Hanya readers yang memberi komen yang aku hargai. Hehe^^

 

Bagi yang gatau caranya ninggalin komen, cukup tulis nama –ga harus asli- dan alamat email kalian, trus tulis deh komentarnyaaaa… it’s easy, isn’t it? \(^0^)/

 

Enjoy reading, chingu~~~ ^^

 

 

Summary

 

Aku hanya seorang gadis yang tidur beralas duri,

Pedih menusuk hingga air mataku seakan tak pernah kering untuk menangisinya.

Pigura yang membingkai kenangan manisku dengannya kurengkuh erat dalam tidurku,

Berharap agar mimpiku akan semanis seperti aku mengulang kembali kenangan di dalamnya.

 

Was that your last call?

*

 

AUTHOR POV

 

Seoul, 18 Februari

 

DDRRTT… DRRTT…

Jung Soo Jin membuka mata dengan berat. Ia terbangun karena suara dering ponsel mengusik tidurnya. Sambil mengerjapkan mata, Soo Jin meraba-raba meja di samping tempat tidur, berusaha menemukan ponsel yang bergetar.

PRAAK!! Ponsel Soo Jin terjatuh ke lantai, masih dengan kondisi bergetar. Soo Jin berdecak malas. Mau tak mau ia bangun untuk memungutnya.

“Yeoboseyo…” gumam Soo Jin sambil menguap.

“Soo Jin-a, kau meneleponiku semalam?” sapa suara di seberang. Soo Jin sangat mengenal suara berat ini. Biasanya ia akan menjerit senang begitu menerima telepon dari pemilik suara ini. Tapi tidak sekarang. Soo Jin sudah dibuat kesal karena suprise tengah malam yang direncanakannya matang-matang gagal.

“Tentu saja aku menghubungimu! Kenapa kau tidak mengangkat teleponku?” gerutu Soo Jin dengan suara serak.

“Ah… Mianhae. Aku benar-benar lelah semalam.”

“Chang Min Oppa, kapan kau punya waktu untukku? Sadarkah oppa kita tidak terlihat seperti sepasang kekasih?”

Chang Min tertegun, diam-diam mengiyakan ucapan Soo Jin.

“Baiklah, nanti malam aku akan ke rumahmu.”

“Jeongmal? Oke, aku tunggu…”

“Nde, annyeong…”

“Ah, Oppa! Jamkanman!”

“Mwo?”

Soo Jin terdiam sejenak. Awalnya ia hendak mengucapkan ‘Saengil Chukkae’ dengan nada manja, seperti yang biasa ia lakukan. Tapi, rencana lain baru muncul di otaknya. Mungkin sebaiknya Soo Jin berpura-pura lupa dengan hari ulang tahun Chang Min.

“Ah.. Tidak jadi. Pokoknya, oppa harus datang nanti malam.”

“Oke….”

Telepon diputus. Ponsel Soo Jin kembali bergetar singkat. Ada pesan baru dari Kyu Hyun, senior Soo Jin di kampus sekaligus teman dekatnya.

“Salju masih cukup tebal. aku hanya ingin berbaik hati mengingatkan temanku yang bodoh untuk tidak lupa mengenakan syal dan sarung tangan saat keluar rumah. :p”

Soo Jin memutar bola mata. Sunbae-nya itu memang selalu ingin mencari masalah dengannya. Soo Jin melempar malas ponselnya ke kasur. Ia memutuskan untuk mengabaikan pesan itu.

 

Soo Jin menghambur riang ke luar kamar. Di ruang tamu, Nicole yang sudah berpenampilan rapi sedang duduk di sofa sambil sesekali melirik jam tangan dan melongok ke luar jendela.

“Huaa… yeopposeo…! Eonni mau kemana?” tanya Soo Jin sambil menatap kakaknya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

“Jeongmal?” Nicole menunduk mengikuti arah pandangan Soo Jin. Ia tersipu dan hanya tertawa singkat. “Aku sedang menunggu Kevin. Aku memintanya menemaniku shopping hari ini. Mau ikut?” tanya Nicole kemudian. Soo Jin menggeleng sambil tersenyum kecut. Jauh di lubuk hatinya ia iri pada kakaknya. Kevin, kekasih Nicole hampir selalu punya waktu bersama kakaknya. Sementara Soo Jin? Sudah beberapa bulan belakangan sejak Chang Min diberi kepercayaan untuk menjadi project manager pembangunan hotel, semua ajakan Soo Jin selalu ditolak.

“Sudah datang!” Nicole tergesa membuka pintu ruang tamu, menyambut Kevin dengan sebuah pelukan hangat. Sambil tersenyum ramah, Kevin meraih tangan Nicole dan langsung menggenggamnya.

“Kajja.” ucap Kevin yang disambut anggukan Nicole. Soo Jin menyipitkan mata. Kemesraan mereka selalu berhasil membuat Soo Jin iri.

Soo Jin melengos malas, ia lebih baik melenggang ke dapur. “Eonni… Sebelum pergi, kau sudah menyiapkan sarapan kan?” ucapnya setengah emosi karena terus-menerus merasa iri pada Nicole.

 

*

 

SOO JIN POV

 

Demi Chang Min Oppa, kurelakan berbelanja bahan makanan ke pasar. Sekalipun aku harus mendapat tatapan aneh ahjumma pedagang sayur karena terus bertanya ‘ini sayur apa?’ atau ‘buah ini namanya apa?’. Gwenchana!

Jika Nicole eonnie melihatku sekarang, mungkin dia akan berkata “Aigoo, kau kan belum pernah memasak! Bagaimana kalau jarimu terluka? Biar aku yang melakukannya!” Ah, eonni memang selalu menganggapku seperti anak kecil. Tiba-tiba bayangan Nicole eonnie yang mengkhawatirkanku berubah menjadi wajah namja yang menyebalkan, Kyu Hyun sunbae!

“Hah? Kau? Jung Soo Jin? Mau apa? Memasak? Aku tidak salah dengar? Ckckck…Aku ragu masakanmu nanti bisa dimakan. Hahaha.” Aah…!! Sial! Namja itu benar-benar selalu membuatku kesal!

“Cho Kyu Hyun! Aku akan membunuhmu begitu kita bertemu!” gumamku seiring dengan imajinasi yang membuyar.

“Hah? Kau mau apa? Membunuhku?”

“Iya, aku mau… HAH?!”

Aku tersentak lalu berbalik cepat dan makin tesentak lagi saat mendapati sosok yang sedang kulamunkan berada tepat di hadapanku.

“Sedang apa kau di tempat yang bukan habitatmu?” Kyu Hyun oppa menatapku sinis, tatapan khas namja ini.

“Aku… tentu saja berbelanja. Jangan meragukanku! Aku bisa memasak tau!”

“Memang aku pernah bilang kalau kau tidak bisa memasak?”

Soo Jin menunduk, lalu menggeleng pelan.

“Bodoh.” ucap Kyu Hyun oppa sambil memainkan syalku, dan langsung kutepis.

“Hentikan! Oppa sendiri sedang apa di sini?”

“Fitness. Ya tentu saja berbelanja! Setelah ini aku mau pergi berlibur. Hanya di sekitar Seoul. Tapi aku belum memutuskan mau kemana. Kau mau ikut?”

“Ani… Aku ada acara PENTING! Sudah ya.” Aku berlari ke arah pintu keluar, meninggalkan Kyu Hyun oppa yang masih menatapku dengan dahi berkerut.

 

*

 

Sudah cukup bergulat dengan peralatan dapur dan bahan makanan yang membuat jariku seperti mummi karena dililit banyak plester, aku merapikan meja di tepi kolam renang belakang rumah. Mengiasinya dengan lilin dan menaruh pot bunga kecil agar terlihat semakin romantis dan cantik. Masakan-masakan favorit Chang Min oppa juga sudah siap dan masih mengepulkan asap. Aku menyeka peluh di keningku sambil menatap jam yang tertampang di layar ponsel. Pukul 7 malam.

Hanya demi Chang Min oppa, aku membuat semua masakan sulit ini. Oke, ini memang bukan sepenuhnya kubuat sendiri karena tadi Nicole eonnie dan Kevin oppa yang baru pulang berbelanja juga ikut membantuku. Mungkin mereka merasa ngeri karena berkali-kali mendengar jeritan histerisku yang tergores pisau atau terkena cipratan air panas. Gwenchana! Ini demi mendapatkan kembali perhatian Chang Min oppa yang sempat hilang karena urusan pekerjaan!

Aku mendekatkan ponsel ke telinga untuk menghubungi Chang Min oppa. Ini saat yang tepat untuk menyuruhnya ke sini. Selagi masakan-masakan ini masih hangat.

“Yeoboseyo…” ucap Chang Min oppa. Nada suaranya terdengar letih.

“Oppa? Kau dimana? Oppa jadi ke rumahku kan?” cecarku penuh semangat.

“Ah… Nde! Tapi, mungkin dua atau tiga jam lagi aku baru bisa sampai di sana.” Aku terbelalak.

“MWO! Aiissh…. Oppa ini benar-benar gila kerja ya?”

“Bukan begitu, aku harus meeting malam ini.”

“Terserah. Pokoknya oppa harus datang. Aku akan menunggu.”

Aku memutus sambungan telepon. Chang Min oppa boleh mengabaikanku demi pekerjaan sebelumnya. Tapi tidak kali ini. Tidak setelah apa yang sudah kusiapkan susah payah untuk oppa!

 

*

 

CHANG MIN POV

 

Aku mengabaikan dering ponsel demi menghormati pimpinan-pimpinan yang rela memenuhi undangan meeting mendadak malam ini. Sialnya, suara dering itu cukup mengganggu pembicaraan kami.

“Chang Min-sshi, ponselmu.” sindir salah satu dari mereka.

“Ah… Arasseo.” Aku meraih ponsel dari dalam saku dan mendapati nama Soo Jin berkedip di layar. Aku pun pamit untuk bergegas ke tempat lain.

“Oppa! Ini sudah jam sepuluh malam! Cepatlah ke sini!” Soo Jin merengek manja. Suaranya agak lain. Apa dia menangis? Ah… Entahlah. Ini bukan saat yang tepat.

“Soo Jin-a, aku akan menghubungimu nanti. Aku sedang ada pertemuan penting. Jangan sekarang.”

“Jadi menurutmu bertemu denganku tidak lebih penting dari pekerjaanmu?”

“Aniya… Aku hanya meminta pengertianmu.” jawabku berusaha sabar.

“Oppa, hari ini saja. Abaikan pekerjaanmu demi aku!”

Aku mengurut dahi sambil menghela napas berat. Kulihat Kim Sajangnim sudah datang dan memberi kode padaku untuk segera masuk ke ruang meeting. Terpaksa, kuputus sambungan telepon dengan Soo Jin.

Setelah semua siap di kursi masing-masing, aku membuka pertemuan dengan serius. Namun tiba-tiba ponselku kembali berdering. Bukan. Ini bukan dering ponselku. Tapi… Asal suara itu dari saku kemejaku. Kami semua menghening untuk mendengarkan baik-baik suara itu.

“Chang Min Oppaaa!!! Ini panggilan video call dari Soo Jin!! Cepaaaat diterimaaaa!!! Oppaa… Apa kau mendengarku? OPPAAA….!!!”

Kamjagiya! Itu suara Soo Jin! Kapan dia merekam suaranya? Video call? Astaga… Yeoja itu benar-benar membuatku sakit kepala.

“Jweisonghamnida.” aku membungkuk singkat. Semua yang berada di ruang meeting tercengang melihatku gelagapan keluar ruangan. Begitu sampai di depan pintu, nada panggilan berhenti. Aku berdecak kesal. Ketika aku hendak berbalik untuk kembali ke ruangan, ponselku kembali berdering. Soo Jin lagi. Aku melesatkan ponselku ke telinga.

“SOO JIN-A!!” bentakku kesal.

Hening. Tak ada sahutan di seberang sana. Ah… Aku bodoh. Soo Jin pasti menangis sekarang.

“Soo Jin…?” Sahutku lembut.

Tiba-tiba yang terdengar malah suara dengungan. Soo Jin memutus teleponnya. Aku bahkan belum sempat mendengar Soo Jin berbicara. Aku yakin gadis itu terkejut dengan gertakanku. Aiisssh… Naneun babogatha! Aku mengetuk-ngetuk keningku dengan ponsel.

 

*

AUTHOR POV

 

Shim Chang Min melirik jam tangan sekilas. Ini sudah pukul 11. Ia benar-benar berharap Soo Jin belum tidur. Chang Min meraih ponselnya, lalu menyetir dengan sebelah tangan menahan ponsel di telinga.

Chang Min benar-benar kacau malam ini. Janji dengan Soo Jin belum ditepati. Meeting pun tidak bisa fokus.

“Soo Jin? Soo Jin kau di sana?” sambar Chang Min begitu nada sambung sudah tidak terdengar. Chang Min memperkuat pendengarannya. Ia seperti mendengar suara isakan.

“Soo Jin-a. Mianhe…. Aku sedang dalam perjalanan ke sana.”

“Tidak perlu! Semua masakannya sudah dingin dan tidak enak dimakan. Pernahkah sekali saja kau memikirkan perasaanku? Ini bukan pertama kalinya kau mengabaikanku, Oppa! Sampai kapan aku akan terus diperlakukan seperti ini?” Jawab Soo Jin agak terisak.

Chang Min mulai membaca situasi. Rupanya itu yang mebuat Soo Jin berkeras menyuruhnya ke rumah.

“Soo Jin-a… Aku akan ke sana. Nanti kita makan bersama-sama, oke?”

“Oppa kejam! Oppa keterlaluan! Aku benci oppa! Kita putus!” Bentak Soo Jin sambil terisak.

“Soo Jin-a, dengarkan aku. Aku tidak bermaksud mengabaikanmu, tapi… aku benar-benar sibuk!” Chang Min yang panik setelah mendengar keputusan Soo Jin, nyaris kehilangan konsentrasi menyetir. Suara Soo Jin yang menangis terisak benar-benar menggetarkan hati Chang Min. Tak ada hal lain yang lebih Chang Min inginkan saat itu selain bertemu dengan Soo Jin, melihat yeoja itu, memeluknya, dan menjelaskan semuanya.

“Cukup, Oppa! Jangan hubungi aku lagi!” Hanya suara dengung yang Chang Min dengar setelah ucapan Soo Jin barusan. Nada bicara Soo Jin meninggi. Itu artinya ia sedang tidak main-main.

“Soo Jin-a! Soo…” Chang Min lengah. Ia tidak menyadari sebuah truk dari arah berlawanan berjalan oleng di depannya. Secepat dan sekuat mungkin, Chang Min membanting setir ke kiri. Namun truk berkecepatan tinggi itu langsung menabrak sedan hitam milik Chang

Min. Mobil Chang Min terlempar jauh, terguling, dan berakhir dengan kondisi terbalik. Chang Min terjebak di dalam mobil. Kening dan mulutnya mengalirkan darah segar. Ia menoleh lemah menatap tangannya yang tergeletak menjulur ke jalan raya dan masih menggenggam erat ponsel yang baru ia gunakan untuk menghubungi Soo Jin. Chang Min mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa untuk menekan sebuah tombol, tombol panggilan cepat. Ia memanggil nomor yang terakhir melakukan kontak panggilan dengannya. Nomor wanita yang paling ia ingin dengar suaranya. Ada kata yang benar-benar harus ia sampaikan. Tiba-tiba Chang Min teringat dengan ucapan Soo Jin di telepon beberapa saat lalu.

“Cukup, Oppa! Jangan hubungi aku lagi!”

Chang Min terbatuk-batuk, ia semakin kesulitan bernapas. Sementara layar ponselnya masih menampilkan proses panggilan keluar. Pandangan Chang Min meredup, semuanya terlihat remang. Ponsel Chang Min masih tetap menampilkan proses panggilan keluar. Panggilan itu tidak juga dijawab, hingga kedua mata Chang Min terkatup perlahan-lahan, dan tak akan pernah terbuka.

 

*

 

AUTHOR POV

 

Seoul, 19 Februari

 

Jung Soo Jin membuka pintu kamar perlahan. Ia melangkah dengan perasaan hampa, tak mempedulikan keadaan kamarnya yang gelap dan tak sedikitpun berniat untuk menyentuh saklar lampu.

Ini hari yang terasa begitu lama bagi Soo Jin. Ia baru melalui waktu 21 dari 24 jam sehari. Namun Soo Jin merasa ia telah melewati 48 jam. Setiap detik dalam hidupnya seakan melambat, membuatnya menyaksikan upacara memilukan itu semakin jelas. Soo Jin sama sekali tak menyangka bahwa akan ada hari seperti ini dalam sejarah hidupnya. Melihat foto Chang Min dipajang dengan rangkaian bunga-bunga disekelilingnya. Melihat orang-orang berpakaian hitam menangis di sekitar abu jenazah. Tidak. Mungkin akan ada. Tapi ia berharap bukan sekarang. Nanti. Ketika ia dan Chang Min telah terikat hubungan pernikahan. Ketika ia sudah melahirkan

Chang Min kecil yang pandai bernyanyi, ketika wajahnya sudah berkerut dan rambutnya memutih. Itu yang ada di benak Soo Jin.

Soo Jin menarik napas berat, namun agak tertahan karena ia sudah terlalu banyak menangis sejak pagi. Langkah letihnya membawa ia mendekati deretan pigura yang ditata berjajar di atas meja.

Hampir semua pigura itu memajang foto-foto Soo Jin bersama Chang Min. Ada foto ketika mereka mengenakan mantel musim dingin, tersenyum ceria di antara hamparan salju yang luas. Foto itu diambil ketika mereka berkencan di arena ski di Hwacheon tahun lalu. Dalam foto itu, Soo Jin menunjukkan jari tengah dan telunjuknya, sedangkan Chang Min merangkul bahu Soo Jin erat. Ada juga foto yang diambil ketika Soo Jin dan Chang Min makan di sebuah restoran Jepang dua tahun lalu. Dalam foto itu, mereka tidak hanya berpose berdua, tetapi bertiga bersama Kyu Hyun, teman dekat Soo Jin yang hari itu juga telah menjadi teman dekat Chang Min.

Soo Jin mengambil salah satu pigura yang membingkai fotonya berdua dengan Chang Min. Ia membawa pigura itu duduk di tepi kasur. Meski dalam redup, Soo Jin masih mampu melihat jelas senyum ceria Chang Min yang menunjukkan deretan gigi rapi khasnya. Senyum yang selalu mengundang kerinduan di hati Soo Jin.

Soo Jin mengusap wajah Chang Min dalam pigura itu. Tiba-tiba mata Soo Jin membasah. Gadis itu mulai terisak. Pelan, namun dalam.

“Oppa,…” gumam Soo Jin di antara isak tangisnya.

“Oppa… Saengil chukkae.” Soo Jin menatap foto itu penuh rindu. Air mata mengalir di kedua pipinya. Ia hanya menutup mulutnya dengan punggung tangan, berusaha meredam isakan.

“Oppa, aku bohong waktu kukatakan aku membencimu! Aku juga bohong waktu kubilang aku ingin putus! Aku… Aku hanya ingin oppa kembali…” Soo Jin menangis pilu.

“Oppa kejam! Oppa keterlaluan! Aku benci oppa! Kita putus!” Soo Jin menggeleng cepat, berusaha mengenyahkan kenangan yang paling membuat dadanya sesak, bahwa kalimat terakhir yang Soo Jin ucapkan pada Chang Min adalah cacian.

Soo Jin memeluk erat pigura di tangannya. Ia menagis semakin dalam. Matanya kemudian menangkap sebuah handycam yang teronggok di atas lemari. Soo Jin bangkit untuk mengambilnya. Itu milik Chang Min yang belum sempat Soo Jin kembalikan. Gadis itu kembali duduk di tepi kasur, lalu memutar kembali video yang ia rekam dua bulan lalu.

 

Soo Jin yang tadinya terisak mulai menarik kedua sudut bibirnya ketika melihat pembuka video itu adalah wajah Chang Min yang ia ambil dari dekat.

“Annyeong Chang Min Oppa~~!!” suara manja Soo Jin mengawali video itu. Video itu Soo Jin rekam ketika ia berkunjung ke apartemen Chang Min, menemani –atau lebih tepatnya mengganggu- Chang Min yang sedang berkutat di depan laptop, mengurusi pekerjaannya. Saat itu Soo Jin tengah tidur di pangkuan Chang Min. Oleh sebab itu ia mempu mengambil angle wajah Chang Min dari sudut bawah dengan begitu dekat.

“Soo Jin-a. Kau memecah konsentrasiku..” gumam Chang Min pelan, nyaris berbisik.

Soo Jin terkikik. “Oppa, kajja! Katakan sesuatu!”

“Apa yang harus kukatakan?” jawab Chang Min tak berminat. Ia tak melepas pandangan sedikitpun dari layar laptop.

“Oppa mencintaiku?”

“Ani…”

“Mwo?” tampilan kamera mendadak berguncang parah. Saat itu Soo Jin yang terkejut dengan ucapan Chang Min segera bangun dari pangkuan Chang Min. Detik selanjutnya terdengar derai tawa Chang Min.

“Haha… aku bercanda!”

“Tidak lucu, Oppa.” Lirih Soo Jin yang malah mengarahkan kamera ke wajah Chang Min. Kali ini Chang Min berhasil melepas pandangannya dari layar laptop. Wajah Chang Min yang tercengang berhasil terekam kamera.

“Berikan padaku kameranya.”

“Shireo!”

Tampilan video kembali berguncang hebat. Kali ini terdengar suara tawa Soo Jin yang membawa kabur handycam itu.

“Kena kau!” seru Chang Min yang diiringi derai tawanya dan Soo Jin. Video pun berakhir. Ketika itu Chang Min berhasil menyabotase proyek rekaman Soo Jin.

Soo Jin tersenyum. Ia masih mengingat jelas peristiwa itu. Ia datang ke apartemen Chang Min setelah beberapa minggu tidak bertemu dengannya. Soo Jin langsung bersemangat begitu Chang Min memberitahukan bahwa ia libur dan ada di apartemen. Ini sungguh tidak biasa karena

Chang Min hampir tak pernah di rumah pada hari libur sekalipun. Selalu ada saja pekerjaan yang membuatnya sibuk.

Soo Jin merebahkan tubuh di kasur sambil tetap memeluk erat pigura. Air mata seakan tak henti mengalir di pipinya. Soo Jin memejamkan matanya yang terasa berat.

“Oppa… neomu bogosshippeoseo… Jeongmal mianhe.” lirih Soo Jin dengan suara serak.

Soo Jin belum bisa merelakan kepergian Chang Min, tidak bisa. Ia terlalu mencintai namja itu. Dan yang paling memilukan, ia belum sempat mengucapkan kata maaf, atas sikapnya yang selalu manja dan kekanakan. Juga atas kalimat cacian yang ia lontarkan tepat sebelum Chang Min pergi. Satu lagi, ia belum mengucapkan selamat ulang tahun pada Chang Min. Dalam hati, Soo Jin berharap ia bisa memperbaiki semuanya. Paling tidak, Soo Jin ingin agar kalimat terakhir yang Chang Min dengar dari Soo Jin adalah bahwa Soo Jin selalu mencintainya.

“Jeongmal saranghae, oppa…” bisik Soo Jin seiring dengan terbitnya butiran bening di pelupuk matanya.

 

Soo Jin tertidur. Ia bermimpi Chang Min datang bersama cahaya putih yang menyilaukan. Lalu cahaya itu seakan menariknya bersamanya.

 

*

 

DDRRTT… DRRTT…

Soo Jin menggeliat di kasur, terusik dengan suara dering ponsel. Ia membuka kelopak matanya yang terasa lengket. Semalam ia menangis cukup lama. Ia menyadari tangannya memeluk sesuatu, sebuah pigura.

“Oh… Selamat pagi oppa.” Sapa Soo Jin sambil menaruh kembali pigura itu. Sambil mengucak matanya, ia berusaha menggapai ponsel di atas meja.

PRAAK!! Ponsel Soo Jin terjatuh ke lantai, masih dengan kondisi bergetar. Soo Jin mengerutkan kening, merasa seakan ia pernah mengalami kejadian yang sama. Namun Soo Jin segera menepis pikiran itu dan beranjak meraih ponselnya.

Soo Jin terbelalak saat melihat layar ponselnya. Bagaimana mungkin? Oh, Soo Jin pasti masih terpengaruh alam mimpi.

 

“Yeo… yeoboseyo?” Sapa Soo Jin ragu.

“Soo Jin-a, kau meneleponiku semalam?”

Soo Jin bergeming beberapa detik. Membiarkan suara pria di seberang sana memanggilnya berkali-kali. Soo Jin begitu yakin siapa pemilik suara berat ini. Bahkan ia masih ingat dengan jelas bahwa ia pernah mendengar nada bicara dan ucapan yang sama persis. Ini de javu terparah yang pernah Soo Jin alami.

“Ini… Yun Ho Oppa?” tanya Soo Jin skeptis. Ia menyebutkan nama saudara laki-laki Chang Min. Ia tidak ingin mengakui bahwa suara yang dikenalinya itu suara Chang Min.

“Aniya… Bagaimana mungkin namaku di kontak ponselmu kau ganti dengan Yun Ho hyeong?”

“Yun Ho Oppa! Jangan main-main!”

“Ya, Soo Jin-a. Ini aku! Chang Min!”

Soo Jin terkesiap. Ini aneh. Aneh. Aneh. Aneh. Soo Jin terduduk lemas di tepi kasurnya. Ia melirik alarm digital yang juga menunjukkan tanggal. Ajaibnya, layar jam itu menunjukkan tanggal dua hari yang lalu, 18 Februari. Soo Jin terbelalak. Mungkinkah ia kembali ke dua hari yang lalu? Jika benar, itu artinya ia masih punya kesempatan untuk bertemu Chang Min.

“Soo Jin-a, kau belum menjawab pertanyaanku. Kau meneleponiku semalam?”

“Oppa! Kau dimana? Katakan padaku! Cepat!”Soo Jin bangkit berdiri.

“Aku? Tentu saja masih di apartemen. Aku sedang bersiap-siap berangkat ke kantor.”

“TUNGGU!!! Aku akan ke sana sekarang! Jangan berangkat dulu!”

Soo Jin mematikan telepon. Lalu mendapati ponselnya bergetar. Soo Jin mengingat kembali kejadian yang ia alami kemarin, tepatnya setelah ia menutup telepon dari Chang Min.

“Jika benar aku kembali ke hari dimana Chang Min oppa meninggal, sms ini pasti dari Kyu Hyun oppa.” Tebak Soo Jin sebelum ia melihat layar ponselnya. Dan Soo jin langsung menghambur ke luar kamar begitu mengetahui tebakannya 100% benar. Di ruang tengah, Soo Jin menemukan pemandangan yang sama seperti kemarin.

“Eonni…!” Soo Jin menatap Nicole yang sedang duduk di sofa dengan penampilan yang persis seperti sehari sebelumnya.

“Soo Jin-a? Kau sudah bangun?”

“Apa eonni sedang menunggu Kevin oppa untuk pergi shopping?”

Nicole terperangah sesaat, lalu tertawa dengan wajah tak percaya.

“Bagaimana kau tahu?”

Soo Jin menekap mulut.

 

To be continue…

 

 

Oke! Part satu sampai disini! XD Sampai jumpa di part ending! ^0^ ~~ *cling*